Shock hingga Nangis Saat Tahu Ibu Positif Covid-19, Me: Cepat Sembuh, Mak!

Sejak awal tahun ini, Amak sering mengalami demam dengan suhu yang sangat tinggi, tetapi bisa tiba-tiba kembali normal.

Aku tidak pernah berhenti memintanya untuk cek ke dokter atau puskesmas.

Amak pun menuruti permintaanku. Akhirnya dinyatakan gejala sakit tifus.

Sebagai anak perempuan satu-satunya, aku mungkin yang paling nyinyir untuk mengingatkan Amak untuk istirahat, makan tepat waktu, dan kurangi aktivitas.

Karena, aku tak ingin hal buruk terjadi pada Amak. Aku akan menyesal jika hal itu terjadi.

Tapi Amak pekerja keras, maunya kerja terus-terusan.

Aku bisa apa, tak bisa juga membantu pekerjaan Amak. Aku sendiri juga bekerja. 

29 September lalu, aku remuk kala mengetahui Amak dinyatakan positif Covid-19.

Sempat shock sih ya, nangis-nangis. Seharian penuh aku nangis. Aku gak bisa ngapa-ngapain kala itu.

Pekerjaanku terbengkalai. Tanganku geregetan. Hubungi keluarga tetangga sana sini sambil nangis-nangis.

Pas nelfon Amak saja aku enggak nangis. Biar kelihatannya kuat dan bisa terus kasih semangat sama Amak. Kasih pengertian biar Amak enggak stres.

Berusaha tenang. Narik napas sebelum ngomong. Banyak diam, karena susah nahan nangis.

Sampai berantem sama Apak, Uda, dan Adik karena mereka enggak mau dites swab (sampai sekarang).

Aku pasrah. Coba yakinin diri. Mereka semua baik-baik saja.

Amak juga sudah diisolasi, daripada di rumah, enggak ada yang urusin, Amak enggak bisa istirahat. Mending di hotel, ada yang anterin makan, kasih vitamin, dan obat.

Hati udah cukup tenang ya. Tiap hari hubungi Amak. Nanya keadaannya, dia selalu bilang aman, meski suhu badannya kadang panas. Batuk ringan. 

Insya Allah Amak bakal sehat. Ku selalu coba menanam itu di pikiran. Amak akan baik-baik saja. Dengan cara itu, aku bisa pelan-pelan mulai hari-hari lagi. 

Tidur normal, meski kadang sebelum tidur nangis dulu, ingat Amak nenyak enggak tidurnya. Amak bisa tidur atau enggak. 

Pas bangun, ingat lagi Amak. Pagi kontak Amak lagi, ngapain aja pagi. Begitu aja terus.

Pas kerja, ada yang nanya. Gimana kondisi Amak, sedih sih pas ditanya. Tapi males banget cerita, apalagi dengar kata 'sabar ya'. Percuma juga kan, cerita. Kalau ujung2 nya, dapat kata 'sabar ya'. Itu lebih sakit, coy. Mending diam aja. Wkwkwk.

Makanya, cuma beberapa doang aja cerita. Itu karena enggak bisa nahan aja. 

Hampir sepekan nih, tiap pagi enggak semangat. Enggak tau mau ngapain. Bingung, linglung. 

Kerja tetap kerja, meski enggak seperti hari biasa. Pikiran entah dimana, alhasil nyetor tulisan untuk beritapun enggak capai target mulu.

Ngerasa enggak guna banget ya. Udah hampir sepekan, gitu-gitu aja. 

Ya Tuhan, semoga esok lusa dan seterusnya semua baik-baik saja. Dan normal seperti biasa. 

Terimakasih untuk kalian yang sudah support, dan mau dengar cerita saya utuh, tanpa ngelontarin kata-kata sabar ya. (*)











 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

40 Hari di Nagari Penuh Mitos

Resep dan Cara Membuat Dendeng Balado Basah yang Dipadukan Sambal Lado Merah

Mitos Alis Menyatu